Selain Si Bayi, Apa yang Keluar Saat Bersalin?
Kamis, 22 Oktober 2009"Mungkin pertanyaan ini terdengar konyol, tetapi saya pernah mendengar bahwa kadang-kadang kita jadi ingin buang air besar saat mengejan dalam proses persalinan. Saya ingin tahu kebenaran semua hal ini." Demikian surat dari seorang wanita, antara khawatir dan penasaran.
Ini adalah pertanyaan yang sangat umum, dan sama sekali bukan pertanyaan bodoh. Wanita ini khawatir, saat mengejan, dirinya juga mengeluarkan kotoran, sehingga akan mengotori si bayi. Selain itu, mungkin ada beberapa zat lain yang juga dikeluarkan bersamaan dengan saat Anda berusaha sekuat tenaga mendorong si bayi keluar, entah itu zat cair atau gas.
Dalam kenyataannya, ketika Anda tengah bersalin, Anda menggunakan otot yang sama dengan yang Anda gunakan ketika ingin buang air besar. Menurut Rebecca Odes dan Ceridwen Morris, penulis From the Hips: A Comprehensive, Open-Minded, Uncensored, Totally Honest Guide to Pregnancy, Birth, and Becoming a Parent, kebutuhan untuk mendorong bayi keluar sama dengan kebutuhan untuk poop. Anda menggunakan area, pemicu, dan otot yang sama. Jadi, tak perlu heran jika Anda pun bisa membuang kotoran saat mengejan untuk mengeluarkan bayi.
Namun, ini hal biasa. Sebelum Anda sadar bahwa "sesuatu" terjadi, suster yang membantu dokter menangani kelahiran Anda pasti akan segera membersihkannya. Mereka sudah sering menghadapi hal ini, dan tak akan ada yang merasa jijik melihatnya. Ketika suami atau keluarga Anda mendampingi di ruang bersalin pun, mereka mungkin tak akan memperhatikannya.
Sebenarnya, rasa ingin poop kemungkinan terjadi dalam tahap awal Anda mengejan, atau sebelum kepala bayi muncul. Wanita sering mengalami diare menjelang persalinan, karena hormon progesteron melonggarkan usus halus bersama dengan segala hal lain. Perawat mungkin juga melakukan enema (suntikan untuk mencuci perut) sebelum saatnya persalinan. Jika perawat tidak melakukannya, Anda sendiri boleh memintanya. Namun perlu Anda ketahui, meskipun Anda sudah mengosongkan lambung sebelumnya, saat Anda mulai mengejan, Anda tetap bisa mendorong siklus pencernaan Anda.
Pendek kata, tak ada yang perlu Anda khawatirkan mengenai hal-hal ini. Jika Anda berusaha untuk mengejan, namun pada saat yang sama juga tak ingin terlalu keras mengejan, Anda justru akan menambah beban kerja Anda. Melahirkan bayi adalah peristiwa yang intens, sehingga wanita akan cenderung mengalihkan prioritasnya dalam upaya mengeluarkan sang jabang bayi. Ketika akhirnya Anda berhasil mendorong bayi keluar dengan tuntas dan paripurna, kekhawatiran akan hadirnya poop akan segera sirna.
sumber: Female Kompas
Sepatu yang Memaksimalkan Otot Kaki Wanita
PRODUSEN sepatu olahraga kenamaan Reebok, baru-baru ini memperkenalkan sepatu olahraga khusus untuk wanita. Model terbaru tu diberi nama EasyTone. Yang menyenangkan dari sepatu ini adalah kemampuannya untuk melatih otot-otot kaki dan bokong wanita agar makin kencang. Pihak Reebok mengklaim bahwa sepatu dengan inovasi yang dimiliki EasyTone ini merupakan yang teranyar di dunia.
Menurut Ade Sarah, Senior Marketing Communication PT Mitra Adi Perkasa, pemegang lisensi Reebok di Indonesia, sepatu EasyTone ini memiliki teknologi inovatif yang membantu memaksimalkan penggunaan otot di bagian bokong, paha, dan betis. Sepatu ini menggunakan semacam desain khusus (pod) di bagian bawah sol sepatunya.
Desain dengan alur khusus ini menciptakan ketidakstabilan pijakan pemakainya, mirip keadaan saat berjalan di pasir. Ketidakstabilan ini akan membuat otot paha bagian betis, hamstring, dan gluteus maximus lebih terstimulasi.
Desain dibuat pada bagian sol sepatu tepat di bawah tumit, bagian depan dan tengah telapak kaki. Desain khusus ini merupakan bagian yang menstimulasi otot-otot yang ditargetkan ketika sepatu dikenakan dan dipakai berjalan.
Meski Reebok adalah produsen sepatu olahraga namun sol sepatu EasyTone, yang sengaja dirancang tidak rata ini, bisa mengakibatkan ketidakseimbangan saat berolahraga berat. Maka, disarankan untuk tidak melakukan aktivitas yang gerakannya menyamping ataupun melakukan olahraga lateral, seperti tenis atau basket saat mengenakan sepatu ini.
Pihak Reebok juga mengatakan bahwa para responden yang diminta untuk mencoba dan mengetes sepatu ini, merasakan adanya dorongan untuk terus berjalan dan menggunakan otot-otot kaki tersebut. Otot kaki yang lebih kencang akan semakin cepat terlihat jika sepatu ini sering dikenakan. Reebok Easytone tersedia di gerai-gerai Reebok Concept Store, beberapa toko Planet Sports, dan The Athlete’s Foot, dengan harga ritel Rp 1.199.000.
sumber: Female Kompas
Strategi Mencari Penghasilan Tambahan
MENCARI penghasilan tambahan tidak harus dilakukan saat krisis melanda. Bahkan sangat dianjurkan untuk mencari penghasilan tambahan saat kondisi berkecukupan, alias sejahtera. Sesuai definisinya, penghasilan tambahan adalah penghasilan yang didapat di luar pekerjaan utama. Otomatis waktunya pun harus disediakan di luar jam kerja. Pilihannya bisa di pagi hari sebelum berangkat kerja, sore atau malam hari sepulang kerja, atau di akhir pekan. Meski waktunya fleksibel, tetap harus ada kedisiplinan untuk mengatur waktu.
Aturan mainnya, hindari penggunaan fasilitas kantor untuk keperluan yang terkait dengan pekerjaan tambahan, termasuk jangan sampai korupsi waktu. Bukankah dengan menerima gaji dari pekerjaan utama, kita tetap berkewajiban memberikan yang terbaik pada pekerjaan utama? Tentu boleh-boleh saja memanfaatkan waktu makan siang di kantor dengan laptop sendiri untuk menggarap pekerjaan sampingan tadi.
Selain itu, jangan mencampuradukkan administrasi keuangan dari penghasilan tambahan ini dengan keuangan keluarga.
Uang bukan yang utama
Tak sedikit yang beranggapan bahwa modal uang memegang peranan besar untuk memulai suatu usaha. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian. Modal memang dibutuhkan, tapi bisa dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lain.
Dalam bentuk uang pun, tak ada patokan baku berapa besarnya, malah disarankan untuk memulai usaha dari jumlah yang relatif kecil. Contoh, dari modal Rp 10 juta, cukup gunakan 25 persennya saja atau setengahnya, asal jangan semuanya. Seiring perjalanan waktu, boleh saja menambahkan modal jika prospeknya memang menguntungkan. Jadi, jangan membebani diri sendiri dengan berpikir bahwa harus memiliki modal besar untuk memulai usaha.
Modal dalam bentuk lain adalah diri sendiri, yakni keahlian apa yang bisa kita andalkan untuk "dijual". Salah besar jika seseorang sejak awal sudah memblokir diri dengan mengatakan dirinya "tak bisa apa-apa" dan tak punya apa pun yang bisa diandalkan untuk mencari penghasilan tambahan.
Carilah apa yang setidaknya bisa Anda upayakan untuk dibuat menjadi penghasilan. Misalkan, Anda hobi bermain tenis dan sudah cukup mahir, lalu Anda pun punya sebidang tanah di lokasi bagus. Mengapa tak coba membuka sekolah tenis? Atau, setidaknya menyewakan lapangan tenisnya saja? Hobi menyanyi atau memiliki suara merdu? Menjadi MC atau "menjual" suara di acara-acara lokal bisa dijadikan pilihan. Jika matematika merupakan pelajaran yang paling kita sukai di masa SD dulu, mengapa tidak membuka les privat? Bahkan hobi berkebun pun bisa jadi penghasilan tambahan. Tanaman yang jarang ada di pasaran bisa Anda tumbuhkan dengan baik, lalu dijual. Pendek kata, siapa pun bisa melakukannya dan bidang apa saja bisa dijadikan sumber penghasilan tambahan.
Selain modal uang dan modal diri sendiri, ada juga yang disebut social capital yang didapat dari pertemanan. Baik teman sekolah di SD, SMP, SMA, pendidikan tingkat tinggi, atau di lingkungan tempat tinggal Anda. Bina hubungan baik dengan semua orang, karena apa pun bentuk usaha yang kita geluti, kualitas relasi kita dengan orang lain amat menentukan. Bahkan kata orang bijak, seseorang dikatakan sukses berusaha bila ia mampu menggunakan other people's time, other people's skill, dan other people's money. Artinya, usaha apa pun bisa dilakukan tanpa harus mengandalkan waktu, keterampilan, dan uang pribadi.
Hobi, minat, dan bakat
Mengenai jenis usaha apa yang bisa dilakukan, tentunya yang kita pahami betul. Penting, untuk mempersingkat waktu belajar dan tak perlu intens belajar, cukup mencari detailnya saja.
Bidang pekerjaan yang sudah dipahami sepenuhnya, biasanya terkait dengan hobi, minat, dan bakat. Keterkaitan ini akan mempengaruhi sukses-tidaknya seseorang meraup penghasilan tambahan karena ketiga unsur tadi akan menjadi "jiwa" yang membuat orang tetap bersemangat melakukan pekerjaan tambahan.
Untuk mengetahui apa hobi, minat, dan bakat kita, bukalah telinga dan mata hati kita untuk mendengar masukan dari orang lain. Cermati hobi apa yang bisa dikembangkan, lalu padukan dengan kebisaan di bidang apa pun. Tentunya, kesediaan untuk senantiasa mencari ilmu juga tak bisa diabaikan. Jangan malu untuk belajar dan terus belajar.
Tak ada salahnya juga mengikuti tren yang ada, namun hendaknya jangan puas hanya dengan menjadi pengikut. Menghadapi ketatnya persaingan, mau tak mau kita harus rajin berinovasi mengingat tren pasti hanya sesaat dan akan tenggelam.
Berani Memulai
Kejelian melihat peluang (mencermati hobi dan bidang yang akan kita geluti) memang merupakan hal penting. Namun yang tak kalah penting adalah langkah untuk memulai. Butuh keberanian untuk mulai melangkah dan pecah telur. Kalau kita takut memulai, kita tidak akan pernah tahu akan sukses atau tidak. Kemungkinannya tetap sama, 50-50. Jadi, beranilah untuk memulai, namun jangan lupa untuk tetap membuat perencanaan alternatif.
Siapkan pula mental untuk gagal. Berusahalah untuk tetap berpikir positif, tetapi tetap siapkan diri untuk menerima hal yang negatif. Berdasarkan survei, 9 dari 10 usaha akan tutup dalam 5 tahun pertama. Jadi, jika bisa selamat dalam 5 tahun pertama, itu merupakan sebuah prestasi untuk Anda. Jika kita belum berhasil dalam 1-2 tahun pertama, jangan berkecil hati, karena hal tersebut merupakan hal yang wajar. Jika hal ini terjadi, jangan langsung patah semangat untuk mencoba lagi. Kala menghadapi kegagalan, jangan syok terlalu lama, segera susun catatan dan cari apa yang menyebabkan kegagalan. Anggap kegagalan tersebut sebagai pelajaran berharga.
Jangan Tinggalkan
Untuk mengetahui seberapa besar alokasi waktu dan energi yang perlu kita dedikasikan bagi pekerjaan yang memberi penghasilan tambahan ini, coba tuliskan berapa besar penghasilan tambahan yang kita butuhkan untuk "menambal" penghasilan utama, lalu sesuaikan dengan seberapa besar kapasitas kemampuan kita. Ingat, sejatinya kita dituntut memberi yang terbaik pada apa yang menjadi tanggung jawab kita. Jangan sampai kelewat berambisi menggelar penghasilan tambahan, akhirnya malah jatuh sakit atau keluarga jadi terabaikan. Jadi, perhitungkan masak-masak jangan sampai kita dapat Rp 1 juta, tapi harus kehilangan Rp 5 juta karena jatuh sakit, atau lebih parahnya, kehilangan pekerjaan utama.
Sebaliknya, bukan tak mungkin jumlah penghasilan tambahan jauh lebih besar dari penghasilan utama. Sah-sah saja jika dalam kondisi seperti ini kita ingin meninggalkan pekerjaan utama. Tetapi, dalam titik ini, tetap dibutuhkan kejelian dalam memutuskan. Seperti halnya investasi yang memerlukan diversifikasi, begitu juga dengan bidang pekerjaan, sedapat mungkin pertahankan pekerjaan utama.
Namun, agar bisa tetap mempertahankan pekerjaan utama sekaligus tetap menggeluti pekerjaan tambahan, kita perlu mencari sosok pengganti yang bisa diandalkan untuk menangani pekerjaan sampingan tadi. Memang akan makan waktu, butuh kesabaran, dan keuletan tersendiri untuk mencari sosok pengganti. Tegakkan prinsip reward and punishment yang tertuang dalam catatan hitam di atas putih. Artinya, kalau si pengganti melakukan pelanggaran fatal atas kesepakatan awal, misal mencuri atau mendiskreditkan nama baik, jangan ragu untuk memecatnya meski itu berarti kembali ke titik nol. Siapa pun yang kita andalkan bekerja untuk kita, tumbuhkan sense of ownership dalam dirinya. Jangan sampai orang kepercayaan ini merasa menjadi sapi perahan atau kita anggap sebagai bawahan saja.
Narasumber: Aidil Akbar Madjid MBA, CFE, CFP, RFC, anggota International of Registered Financial Consultants, salah seorang pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia.
sumber: Female Kompas
Tak Pernah Bertengkar? Justru Harus Curiga!
Selasa, 20 Oktober 2009
BERTENGKAR adalah fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga. Jika seseorang berkata, "Saya tidak pernah bertengkar dengan pasangan," kemungkinannya hanya dua: orang itu belum menikah atau ia tengah berdusta. Bertengkar itu sebenarnya diskusi yang digelontori muatan perasaan.
Jika mengetahui etikanya, dalam bertengkar pun kita bisa mereguk hikmah. Justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam. Perasaan mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan-pesannya kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi!
Maria Herlina Limyati Msi Psi, dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, mengatakan, sesungguhnya yang jadi masalah bukan pernah atau tidak pernah bertengkar, melainkan bagaimana cara pasangan mengendalikan emosi agar pertengkaran tidak malah menimbulkan berbagai masalah baru dan berakhir dengan negatif. Kuncinya, tak lain, pola komunikasi, interaksi, keterbukaan, dan kepedulian dari masing-masing pasangan.
Jangan Ditahan!
Menurut Maria, tentu saja banyak keuntungan jika tak pernah bertengkar. Suasana rumah kondusif, tenang dan tidak tegang. Tapi suasana hati belum tentu, karena emosi yang tidak tersalurkan atau tidak terbuka, dapat menciptakan iklim psikologis lebih buruk dari pertengkaran itu sendiri. Masalahnya, amarah tak keluar atau tersalurkan.
"Bisa saja si istri yang memendam emosi, kemudian menyalurkan kepada anaknya. Anak salah sedikit, langsung dicubit atau dimarahi. Sementara suami, jika tak bisa menyalurkan emosinya dengan baik, bisa tak betah di rumah dan malah berulah macam-macam di luar rumah," katanya.
Maria menambahkan, emosi pasangan harus dikelola dengan baik. Nyatakan hal positif atau negatif yang dirasakan. Misalnya, "Aku merasa kesal karena..." Sebutkan alasannya dan jangan malah menyalahkan pasangan atas ketidak nyamanan perasaan yang Anda rasakan.
"Kalau memang ingin bertengkar, lakukan saja, tak perlu dipendam atau ditutupi karena bisa menimbulkan stres. Masalah memang harus diselesaikan dan dicari solusinya. Bicarakan secara baik-baik lalu cari titik temu. Lalu saling memaafkan dan tinggal berserah diri kepada Tuhan. Nyaman bukan?" tutup Maria.
(Mom& Kiddie//tty)
Jika mengetahui etikanya, dalam bertengkar pun kita bisa mereguk hikmah. Justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam. Perasaan mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan-pesannya kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi!
Maria Herlina Limyati Msi Psi, dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, mengatakan, sesungguhnya yang jadi masalah bukan pernah atau tidak pernah bertengkar, melainkan bagaimana cara pasangan mengendalikan emosi agar pertengkaran tidak malah menimbulkan berbagai masalah baru dan berakhir dengan negatif. Kuncinya, tak lain, pola komunikasi, interaksi, keterbukaan, dan kepedulian dari masing-masing pasangan.
Jangan Ditahan!
Menurut Maria, tentu saja banyak keuntungan jika tak pernah bertengkar. Suasana rumah kondusif, tenang dan tidak tegang. Tapi suasana hati belum tentu, karena emosi yang tidak tersalurkan atau tidak terbuka, dapat menciptakan iklim psikologis lebih buruk dari pertengkaran itu sendiri. Masalahnya, amarah tak keluar atau tersalurkan.
"Bisa saja si istri yang memendam emosi, kemudian menyalurkan kepada anaknya. Anak salah sedikit, langsung dicubit atau dimarahi. Sementara suami, jika tak bisa menyalurkan emosinya dengan baik, bisa tak betah di rumah dan malah berulah macam-macam di luar rumah," katanya.
Maria menambahkan, emosi pasangan harus dikelola dengan baik. Nyatakan hal positif atau negatif yang dirasakan. Misalnya, "Aku merasa kesal karena..." Sebutkan alasannya dan jangan malah menyalahkan pasangan atas ketidak nyamanan perasaan yang Anda rasakan.
"Kalau memang ingin bertengkar, lakukan saja, tak perlu dipendam atau ditutupi karena bisa menimbulkan stres. Masalah memang harus diselesaikan dan dicari solusinya. Bicarakan secara baik-baik lalu cari titik temu. Lalu saling memaafkan dan tinggal berserah diri kepada Tuhan. Nyaman bukan?" tutup Maria.
(Mom& Kiddie//tty)
Permen Bisa Bikin Si Kecil Jadi Kasar
Senin, 19 Oktober 2009
SEJUMLAH peneliti di Inggris telah melibatkan lebih dari 17 ribu anak yang lahir pada tahun 1970 sebagai obyek penelitiannya selama 40 tahun. Salah satu penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui korelasi antara anak yang gemar memakan permen di masa kecil dengan karakternya saat dewasa.
Dari anak-anak yang setiap harinya mengkonsumsi permen atau cokelat pada usia 10, sebanyak 69 persen pernah ditangkap karena kasus kekerasan ketika usianya sekitar 34 tahun. Hasil penelitian ini dipublikasikan oleh British Journal of Psychiatry.
Namun, ketika para peneliti ini memasukkan faktor kemampuan orangtua masing-masing anak itu dalam mendidik, dan variabel lain, seperti latar belakang sosial dan ekonomi mereka, masih terdapat hubungan erat antara konsumsi makanan manis di masa kecil dengan sikap kasar di masa dewasanya. Penelitian sebelumnya menyangkut makanan sehat pada anak-anak menghasilkan para responden menjadi sosok yang berkarakter kalem dan sopan.
Penelitian yang dibiayai oleh Britain’s Economic and Social Research Council ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini memang masih memerlukan penelitian lebih mendalam. Simon Moore, dari University of Cardiff, salah satu penulis jurnal yang mempublikasikan penelitian ini mengatakan, bukan hanya permen atau gula-gula saja yang mempengaruhi karakter si anak, tetapi juga bagaimana anak-anak itu mengambil keputusan.
Para orangtua yang secara konsisten “menyuap” anak-anaknya agar berlaku baik dengan memberikan permen atau cokelat bisa jadi merusak cara penilaian anak-anak, bahkan hingga ia dewasa. Kebiasaan ini bisa membuat anak-anak tidak bisa belajar apa arti berterima kasih, sehingga mengantarkan mereka kepada sifat kasar dan suka bertindak semaunya.
Moore juga mengatakan, hasil penelitian ini tak cukup untuk membuat para orangtua di dunia menghentikan pemberian permen dan cokelat pada anak-anak. Target yang mereka teliti ini merupakan area yang sangat kompleks. “Tak adil jika menyalahkan sifat kasar seseorang di masa dewasa hanya pada permen atau cokelat yang ia makan saat masih kanak-kanak,” katanya. (AP/vd)
Dari anak-anak yang setiap harinya mengkonsumsi permen atau cokelat pada usia 10, sebanyak 69 persen pernah ditangkap karena kasus kekerasan ketika usianya sekitar 34 tahun. Hasil penelitian ini dipublikasikan oleh British Journal of Psychiatry.
Namun, ketika para peneliti ini memasukkan faktor kemampuan orangtua masing-masing anak itu dalam mendidik, dan variabel lain, seperti latar belakang sosial dan ekonomi mereka, masih terdapat hubungan erat antara konsumsi makanan manis di masa kecil dengan sikap kasar di masa dewasanya. Penelitian sebelumnya menyangkut makanan sehat pada anak-anak menghasilkan para responden menjadi sosok yang berkarakter kalem dan sopan.
Penelitian yang dibiayai oleh Britain’s Economic and Social Research Council ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini memang masih memerlukan penelitian lebih mendalam. Simon Moore, dari University of Cardiff, salah satu penulis jurnal yang mempublikasikan penelitian ini mengatakan, bukan hanya permen atau gula-gula saja yang mempengaruhi karakter si anak, tetapi juga bagaimana anak-anak itu mengambil keputusan.
Para orangtua yang secara konsisten “menyuap” anak-anaknya agar berlaku baik dengan memberikan permen atau cokelat bisa jadi merusak cara penilaian anak-anak, bahkan hingga ia dewasa. Kebiasaan ini bisa membuat anak-anak tidak bisa belajar apa arti berterima kasih, sehingga mengantarkan mereka kepada sifat kasar dan suka bertindak semaunya.
Moore juga mengatakan, hasil penelitian ini tak cukup untuk membuat para orangtua di dunia menghentikan pemberian permen dan cokelat pada anak-anak. Target yang mereka teliti ini merupakan area yang sangat kompleks. “Tak adil jika menyalahkan sifat kasar seseorang di masa dewasa hanya pada permen atau cokelat yang ia makan saat masih kanak-kanak,” katanya. (AP/vd)
8 Kebiasaan yang Bisa Merusak Hubungan
Minggu, 18 Oktober 2009TAK jarang suatu hubungan rusak hanya karena kebiasaan kecil yang dilakukan oleh salah seorang dari pasangan. Hubungan yang sudah sangat erat dan tak mungkin terpisahkan pun bisa buyar karena masalah yang dianggap “sepele”. Majalah Glamour mendaftar sifat-sifat apa saja yang bisa memicu keretakan hubungan Anda dan si dia. Ini daftarnya;
1. Tidak bisa menerima
Menginginkan kekasih Anda untuk bisa mengeluarkan yang terbaik dari dirinya adalah hal yang baik. Namun, jangan sampai Anda ingin melakukan perubahan dalam diri si suami hingga ke penampilannya. Cobalah untuk menerima si dia apa adanya. Jika memang apa yang ada padanya sebegitu parahnya dan sudah saatnya diubah, maka usahakan untuk mengatakannya dengan baik-baik. Jangan sampai Anda mengkritik atau memaksanya untuk berubah drastis. Karena pesan yang akan ia terima hanyalah, “Kamu nggak cukup baik untuk aku.”
Cobalah berlakukan aturan 80-20. Maksudnya, ketika Anda sedang bersamanya, utarakan apa yang Anda kagumi tentangnya, lakukan hal ini sebanyak 80 persen. Hingga ketika Anda mengatakan hal yang tak Anda sukai tentangnya, maka hal itu tak akan terdengar sebagai salah satu poin daftar keburukannya di mata Anda.
2. Mood mudah berubah
Kita hidup dalam zaman yang membuat orang tegang. Tak heran ketika stres melanda, kita bisa marah-marah kepada pasangan. Dalam kehidupan sehari-hari, perubahan mood yang mendadak bisa dimaafkan. Namun, bayangkan jika kita hidup bersama pasangan yang sering mengalami mood swing (perubahan mood yang drastis). Anda pasti akan berlari menjauh. Nah, jika Anda merasa sedang mengalami masa-masa mood swing (biasanya menjelang haid), cobalah untuk mengalihkan pikiran Anda dari hal-hal yang bisa membuat Anda ingin marah.
3. Gosip
Tak ada yang mau dijadikan bahan gosip. Maka, ketika Anda sedang ada masalah dengan si dia, usahakan untuk mencoba menyelesaikannya secara dewasa. Cobalah mengurangi keinginan untuk menceritakan setiap detail masalah Anda dengan pasangan ke orangtua atau sahabat terdekat. Tak hanya Anda akan merasa malu ketika masa bertengkar itu usai, tapi Anda juga akan membuat si dia merasa dikhianati. Sebagai pasangan, ada baiknya Anda menjaga rahasia antara Anda dan dia berdua saja daripada merusak reputasi Anda dan pasangan di mata orang lain.
4. Melodrama
Jika Anda terus-menerus meneleponnya setiap kali ada teman kantor yang membuat Anda sebal, menghapusnya dari daftar teman di Facebook, atau mengancam putus setiap kali ada perbedaan pendapat, jangan heran kalau ia mencari wanita lain. Adalah hal yang melelahkan jika kita harus selalu berusaha menenangkan pasangan yang suka mendramatisasi keadaan setiap saat.
5. Jadi ibu kedua
Suami Anda pasti mencintai ibunya, dan ia pun pasti mencintai Anda. Namun, ketika Anda setiap hari memperlakukannya seperti anak kecil, maka Anda akan membuatnya ingin lari dari Anda. Anak-anak cenderung melakukan kebalikan dari apa yang diperintahkan orangtuanya, ketika perintah tersebut tak mau ia lakukan. Hal ini pun berlaku pada kehidupan berpasangan yang memiliki tipe hubungan layaknya ibu-anak (yang terlalu mengemong).
6. Terlalu sering bersama
Menghabiskan waktu bersama orang yang Anda cintai adalah salah satu keuntungan dalam berhubungan, namun ada perbedaan dengan memiliki hubungan dari kembar siam. Banyak pria tertarik pada wanita yang mandiri dan percaya diri. Namun, tak jarang wanita yang awalnya memiliki karakter tersebut berubah 180 derajat begitu memiliki pasangan. Wanita bisa jadi sangat bergantung, dan menuntut waktu yang sangat banyak dari pasangannya. Sesekali luangkan waktu untuk Anda sendiri atau bersama teman-teman Anda. Biarkan ia juga menikmati waktunya sendiri. Tahukah Anda apa keuntungan dari menikmati "me time" seperti ini? Anda jadi sering merindukan si dia, selain jadi punya bahan obrolan.
7. Cemburu
Meski ia seringkali mengingatkan Anda betapa ia mencintai Anda, namun hal itu tak menghentikan Anda untuk mengecek ponselnya kala ia sedang mandi. Atau, terus-terusan ngambek setiap kali melirik wanita cantik. Kecemburuan kecil memang sesekali diperlukan dalam sebuah hubungan. Namun menuduhnya selingkuh atau membombardirnya dengan pertanyaan setiap kali ia pergi sendiri pun, akan membuat orang paling sabar sedunia menjerit. Periksa sekali lagi, jangan-jangan kecemburuan Anda terhadap si dia tidak berdasar.
8. Terlalu nyaman
Pada awal hubungan, kedua pihak harus memastikan bisa mencari cara untuk bersikap terbaik. Namun, seiring berjalannya waktu dan rutinitas, kita cenderung jadi pemalas dan tidak mau mengusahakan agar hubungan tetap hangat. Manusia senang untuk dirayu dan digoda, sama seperti Anda juga. Yang menyenangkan dari sebuah hubungan adalah menemukan hal-hal baru dari pasangan dan mencoba hal baru bersamanya. Ketika seorang wanita berhenti untuk berusaha menampilkan yang terbaik dari dirinya kepada pasangan, si pria akan merasa bahwa pasangannya tak lagi menyukainya. Tunjukkan pada pasangan Anda bahwa ia masih sangat berharga di mata Anda. Caranya dengan memberikan kejutan-kejutan manis untuknya. Ia akan menghargai usaha Anda dan berusaha untuk membalasnya.
Sumber: Glamour
Bertengkar Membuat Tambah Mesra?
Minggu, 11 Oktober 2009Siapapun orangnya, pasti pernah bertengkar dengan pasangan. Meskipun terkadang menyesakkan, ternyata acara bertengkar pun bisa membuat hubungan berpasangan semakin mesra, lho!
Anda pasti pernah bertengkar dengan pasangan gara-gara hal sepele, dan pergi meninggalkannya saat masih dalam keadaan marah. Pertengkaran bisa terjadi, misalnya, saat Anda dikerling seorang pria tampan, meski tak berarti Anda menanggapi kerlinganya. Atau, Anda suka berbohong kepada pasangan dengan mengatakan, kepala botaknya justru semakin menambah keseksiannya. Terdengar lumrah, bukan?
Bagi orangtua jaman dulu, bertengkar, menggoda, digoda, atau berbohong merupakan kebiasaan yang tak dapat diterima di dalam suatu hubungan. Namun, beberapa pasangan terkadang melakukannya, bahkan pada pasangan yang tampaknya sangat serasi sekalipun. Berita baiknya, kebiasaan yang tak baik ini justru dapat memberikan pengaruh baik bagi hubungan jangka panjang Anda.
Bila Anda ingin tahu bagaimana kebiasaan yang kurang baik ini dapat memberikan pengaruh yang baik bagi hubungan Anda, bacalah beberapa 'penyalahgunaan' cinta yang dapat memperkokoh hubungan Anda berikut ini!
1. Menggoda atau Digoda
Percaya tidak, sedikit menggoda orang yang bukan pasangan sendiri, justru bisa memberikan manfaat pada hubungan Anda berdua. Ego menggoda orang lain bisa membuat Anda merasa seksi dan bersemangat, sama seperti saat pertama kali Anda bertemu dengan pasangan dulu.
Ingat, seiring berjalannya waktu, tak ada lagi hal-hal yang menggetarkan antara Anda dan pasangan. Anda berdua sudah saling terbiasa satu sama lain. Sehingga, menggoda atau digoda orang lain bisa membuat Anda merasa seksi, bergairah, pede, dan menarik.
Manfaat lainnya, Anda bisa membawa perasaan seksi itu ke rumah dan menggunakannya di tempat tidur bersama pasangan. Lagipula, bila pasangan melihat ada orang lain yang mengerling ke arah Anda, akan membuatnya tersadar, Anda merupakan seorang yang menarik. Sekaligus mengingatkannya, betapa beruntungnya dia memiliki Anda.
Namun, kapan acara menggoda atau digoda ini melewati batas? Kuncinya, Anda harus menyadari, bila yang Anda lakukan tak berhasil, bahkan membuat pasangan sangat marah, malu, dan menganggap Anda tak bisa dipercaya, jangan lakukan! Dan jujur kepada diri sendiri, bila Anda menggoda atau digoda, jangan menanggapinya dengan serius. Bila Anda melakukannya dengan serius dan konstan, berarti Anda dalam bahaya.
2. Egois
Berkompromi bukan berarti menemukan jalan tengah yang tepat atas setiap kondisi. Bila ada kata bijak dari suatu hubungan yang kerap kita dengar, pastilah kata "kompromi". Jadi, bagaimana mungkin kita boleh bersikap egois? Kuncinya, kompromi juga bisa berarti saat ini Anda melakukannya 100 persen dengan cara Anda, dan lain kali Anda melakukannya 100 persen dengan cara pasangan Anda. Saat melakukannya dengan cara
Anda, jangan sampai Anda merasa tak nyaman terhadap pasangan.
Sering kali pasangan berpikir, kita harus memberikan bobot yang sama dalam segala hal. Masalahnya, Anda tak memiliki batasan atas apa yang diberikan pasangan. Tentu saja, idealnya masing-masing saling memberikan segala yang dibutuhkan pasangannya. Sering kali apa yang dibutuhkan tak selalu jelas dan pasangan tak selalu mampu membaca jalan pikiran Anda. Itu sebabnya Anda harus menetapkan batasan, apakah pasangan memberikan yang Anda butuhkan ketika Anda memerlukannya atau tidak. Jika ya, terima hal itu sebagai kebahagiaan.
Nikmati juga kesendirian untuk beberapa saat atau mendapat perhatian dan rasa sayang yang tak harus selalu berarti berhubungan seks. Ini bisa menjadi resep atas perasaan kesal dan marah yang muncul pada Anda berdua. Anda bisa memulainya dari sekarang dan tak harus selalu menunggu pasangan memberikan apa yang Anda butuhkan. Mulailah dari hal-hal yang kecil untuk bisa membuat perubahan besar.
Misalnya, bila pasangan tak bisa menemani Anda menghadiri acara ulang tahun teman, pergilah sendiri. Bila pasangan Anda tak bisa memperbaiki keran yang bocor, panggillah tukang ledeng untuk memperbaikinya. Melakukan semuanya sendirian, bisa memberikan rasa puas. Ini jauh lebih baik daripada mengomel atau menggerutu karena pasangan tak bisa melakukannya. Bahkan, ini juga bisa membuat Anda lebih mencintai pasangan, bahagia, dan hubungan menjadi lebih langgeng.
3. Bertengkar
Bertengkar ternyata merupakan salah satu hal tersehat yang bisa Anda lakukan bersama pasangan untuk memupuk kemesraan. Memang betul, pertengkaran yang terjadi terus menerus tak baik bagi cinta Anda berdua. Sebab, tak jarang pasangan khawatir akan kemungkinan efek negatifnya. Mereka khawatir hubungan cintanya akan retak atau takut merasa dirinya menjadi tidak penting lagi bagi pasangannya. Namun, ada satu penelitian yang cukup mengejutkan: "Tidak pernah bertengkar sama buruknya dengan konflik yang konstan". Pada kenyataannya, berdebat merupakan salah satu hal tersehat yang dapat dilakukan Anda berdua.
Memikirkan pertengkaran sama halnya seperti kaca. Terkadang Anda harus membersihkan kaca-kaca itu dari kotoran. Tentu akan tampak berbeda, tetapi setelahnya akan berjalan lebih lancar. Bila Anda menahan rasa marah hingga menumpuk, bisa menyabotase kekuatan hubungan Anda berdua. Harus disadari, setiap pasangan tidak diciptakan sama persis. Salah paham bisa terjadi setiap saat dan tak bisa dihindari. Bahkan, kemarahan yang ditahan-tahan, justru bisa memisahkan Anda berdua. Jadi, lakukan pertengkaran dengan benar.
Bertengkar bisa menjadi alat untuk mempercepat penyelesaian masalah antara Anda berdua. Bertengkar tak selalu menghasilkan kata sepakat, tapi berguna untuk hubungan Anda. Sebab, bisa memperjelas perbedaan yang Anda berdua miliki, sekaligus memberikan solusi. Kunci untuk berargumentasi yang baik, Anda berhak untuk tidak setuju, tetapi harus tetap menghormati pasangan. Penelitian menunjukkan, pasangan yang bertengkar dengan cara mengkritik dan menghina pasangannya, punya kemungkinan lebih besar untuk berpisah atau bercerai. Jadi, Anda hanya harus berargumentasi mengenai masalah yang sama-sama dimengerti oleh Anda berdua, lalu mencari solusinya.
4. Pergi dari Pertengkaran
Ketika Anda bertengkar dengan pasangan, awalnya tampak seperti pertengkaran yang sehat, tapi kemudian jadi memanas. Anda marah dengan suara menggelegar dan mengatakan hal yang sama berulang kali. Jika begitu, hentikan dan tinggalkan! Apalagi, bila pertengkaran semakin memanas, detak jantung dan hormon stres meningkat. Sisi emosional otak Anda menjadi tinggi dan menutup sisi logika, sehingga Anda tak sanggup lagi bertengkar dengan emosi yang terkendali.
Bila salah satu dari Anda sangat marah, pertengkaran bisa jadi salah kaprah dan akhirnya merusak. Begitu Anda mulai membahas masa lalu, luka lama akan terungkit kembali. Di saat-saat seperti ini, Anda tak akan bisa berbicara tenang atau berpikir jernih. Untuk menghindari kata-kata kasar atau melakukan kekerasan fisik, sadari segera dan tenangkan diri Anda. Begitu juga sebaliknya, bila Anda melihat pasangan sangat emosi, sebaiknya Anda bersikap lebih tenang dan minta time out, alias waktu jeda.
Bila pertengkaran Anda sering cepat menghebat, cobalah untuk meredamnya. Buat aturan, bila salah satu dari Anda memberikan tanda time out, hentikan pertengkaran. Tak perlu bertanya kenapa, cukup tenangkan diri saja. Bila sudah larut malam dan Anda merasa sudah waktunya tidur, ya tidurlah. Memang, terkadang Anda berdua jadi harus pergi tidur dalam keadaan marah.
Bila Anda pergi dari suatu pertengkaran, jangan pergi untuk selamanya. Masalah bagi kebanyakan pasangan, bukan karena pertengkaran yang terlalu panjang, tapi justru pertengkaran yang terlalu pendek. Mereka meninggalkan pertengkaran karena sangat marah, tetapi tidak membahasnya lebih lanjut dengan alasan merasa tak nyaman untuk memulainya kembali. Buat komitmen, Anda akan membahas masalahnya lagi bila keduanya sudah tenang dan membicarakannya dengan kepala dingin.
5. "White Lies"
Terkadang, lebih mudah mengatakan white lies, alias bohong halus, daripada mengatakan kebenaran. Namun, hati-hati, kebohongan yang tampaknya baik-baik saja pada awalnya, bisa meledak di kemudian hari. Pasangan Anda mungkin mengatakan, "Tidak, kok, potongan rambut kamu tidak jelek." Atau, "Saya suka sekali masakan kamu, Sayang." Ya, white lies memang lebih mudah diucapkan daripada mengatakan yang sebenarnya. Jika melakukan white lies, Anda tak boleh merasa bersalah, bila ini berhubungan dengan cinta. Toh, kejujuran tak selalu merupakan cara yang terbaik.
Tapi ingat, Anda harus memperhatikan kebohongan yang tadinya tampak baik-baik saja, bisa meledak di kemudian hari. Tidak dibenarkan Anda berbohong untuk menghindari konfrontasi yang memang harus terjadi. Misalnya, Anda berbohong tentang pengeluaran pribadi ketika Anda berdua justru sedang memperketat keuangan, sebab sedang menyicil rumah.
Cepat atau lambat kebenaran akan terungkap. Bukan saja masalah akan meledak, tetapi kecurangan juga akan terjadi. Ini merupakan bagian yang terburuk dalam hubungan Anda berdua. Kecurangan bisa membuat pasangan ragu-ragu dan menganggap Anda tak bisa lagi dipercaya. Jika ingin berbohong, pikirkan saja apa yang layak didengar pasangan dan lakukan dengan "benar" untuknya.(Nova/vd)
Langganan:
Postingan (Atom)